Sate Lembut di jejaring gang yang agak ruwet di kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat, kekayaan kuliner Betawi seakan tak ada habisnya. Ada nasi uduk, soto mie, bubur ase (asinan semur), asinan, gado-gado, soto betawi, sop kaki serta kepala kambing, dan masih banyak lagi. Meski tampil dalam bentuk warung sederhana, bahkan di kaki lima, hampir semuanya punya citarasa top dengan penggemar yang bejibun.
Zainal Fanani, pemilik Kedai Nasi Uduk Kebon Kacang di Kebon Kacang VIII, menyarakan kami untuk mencoba sate lembut di Kebon Kacang V. "Itu juga makanan khas Betawi, pengelolaannya sudah beralih tiga generasi," kata Zainal saat kami ke warungnya beberapa waktu lalu.
Sate lembut -dari daging sapi dan menggunakan bumbu kacang- merupakan makanan khas Betawi yang sudah tergolong langka. Jarang orang menjadikan sate lembut sebagai menu di warung makan. Proses pembuatannya yang sulit dan rumit boleh jadi merupakan kendala. Kalau pun ada orang Betawi yang masih membuatnya, umumnya hanya pada momen-momen tertentu, seperti saat Lebaran.
Istimewa
Penasaran ingin coba, beberapa hari setelah bertemu Zainal, kami meluncur ke Kebon Kacang V. Pada kunjungan pertama, kami pulang tanpa hasil. Warung tutup saat kami tiba sekitar pukul 15.00, padahal warung itu biasanya tutup pukul 17.00.
Pada kesempatan kedua, kami datang lebih pagi, yaitu pukul 11.00. Kali ini, kami tamu yang pertama. Jadwal operasi reguler warung tersebut dari pukul 10.00 - 17.00. Tetapi kalau persedian habis sebelum pukul 17.00, warung langsung ditutup.
Warung tersebut terletak di halaman rumah dengan hanya tiga meja untuk tamu (satu meja untuk empat orang). Keberadannya tidak mencolok. Namanya bukan Warung Sate Lembut tetapi Rumah Makan Betawi. Namun kalau Anda nyasar saat ke sini, nama warung sate lembut populer bagi banyak warga sekitar. Dengan menggunakan jasa tukang ojek atau tukang bajaj yang mangkal di Tanah Abang atau Jalan Wahid Hasyim, pencarian akan lebih mudah lagi.
Sate lembut hanya salah satu jenis menu yang tersedia di warung itu. Mungkin karena faktor sejarah atau keunikan serta citarasanya yang khas, menu itu lalu menjadi identik dengan warung tersebut. Selain sate lembut, di tempat itu ada sate asem/manis, sate kambing, sop kambing, gulai kambing, ketupat laksa, soto betawi, mie rebus/goreng, empal goreng, nasi goreng kambing, serta pastel.
Atikah, si pemilik warung, mengatakan, sate lembut pasangannya adalah ketupat laksa. Saya pesan menu tambahan gulai kambing serta sate asem/manis. Saya ingin tahu, selain sate lembut, menu lain seperti apa rasanya.
Ternyata, semua pesanan saya istimewa. Tampilan sate lembut mirip sate lilit Bali. Rasanya lembut, manis, gurih, dan kaya rempah. Kesat kelapa juga terasa kuat. Bumbu kacang yang sajikan terpisah juga lembut dan gurih.
Sate asem/manis hadir dengan warna kuning kecoklatan yang sangat menggoda. Ini juga daging sapi. Rasanya asem-manis dan gurih.
Kalau sate asem/manis dagingnya hanya diiris-iris, diberi gula merah, diungkep dengan sejumlah bumbu, kemudian dibakar, sate lembut prosesnya lebih rumit. "Bikin sate lembut itu ribet dan rumit," kata Atikah.
Semula daging sapi digiling sampai benar-benar hancur dan lembut, lalu dicampur kelapa dan aneka rempah. Setelah itu ditumbuk agar daging dan bumbu menyatu. Kemudian, daging diremas-remas biar pulen. Kalau masih terasa ada yang mengumpal, daging harus tumbuk lagi, setelah itu baru dibentuk dengan menempelkan daging pada tusukan bambu yang pipih, kemudian dibakar. "Pokoknya bikinnya capek," kata Atikah. Daging sapi yang digunakan harus baru, segar, dan tidak boleh kena es.
Ketupat laksa datang dengan isian potongan ketupat, bihun, daun bawang, bawang goreng, emping, daun kemangi, telur ayam, dan perkedel kentang. Kuah santannya kental, jadi tampak sangat berlemak, dan ini membuat saya cepat kenyang. Rasanya sedap.
Pesanan saya yang datang pertama sesungguhnya gulai kambing. Gulai kambing tempat ini sangat dipoetjiken. Top! Isinya daging iga lembut dan ngelotok dari tulang, emping, bawang goreng. Aroma jeruk nipis dan aroma rempah, antara lain kayu manis, sangat terasa.
Tidak Tega
Atikah merupakan generasi ketiga yang meneruskan usaha warung sate lembut itu. Di tangan Atikah pula terjadi diversifikasi menu. Sate dan gulai kambing, mie rebus/goreg, soto Betawi serta nasi goreng, katanya, merupakan menu baru kreasinya sendiri. Pada generasi kakek serta neneknya, menunya hanya sate lembut, sate asem/manis serta ketupat laksa.
Adalah Rakimin dan Poh Minah, kakek serta nenek Atikah, yang memulai usaha warung sate itu pada tahun 1948 di sekitar Masjid Al Makmur, Tanah Abang. Dari Al Makmur, Rakimin lalu pindah ke Kebun Kacang IV, kemudian Kebon Kacang V Nomor 29. Dari Rakimin dan Pok Minah, usaha warung itu diteruskan ke Rohma dan Harun, puteri dan menantu Rakimin. Rohma dan Harun adalah orang tua Atikah.
Sejak tiga bulan lalu, Atikah memindahkan warung itu dari Kebun Kacang V/29 ke Kebung Kacang V/44. "Rumah Nomor 29 itu dulu harta warisan bersama keluarga," katanya.
Sejak tahun 1966, saat masih usia belasan tahun, Atikah terlibat dalam proses pembuatan sate lembut. "Dulu saya di dapur. Jadi, orang tidak lihat saya di warung," katanya.
Setelah orang tuanya meninggal, ia meneruskan usaha itu. Dari usaha warung itu ia bisa menyekolah 10 orang adiknya sampai penguruan tinggi dan kini menguliahkan dua anaknya. Dua anaknya, tampaknya, tidak begitu berminat untuk melanjutkan usaha itu. "Gak tahu nanti siapa yang nerusin, liat nanti ajalah," kata Atikah.
Beberapa kali ada orang yang mengajaknya untuk melebarkan sayap usaha ke mal atau pusat-pusat tempat makan di Ibukota. Namun konsep kerja sama yang ditawarkan kelihatannya tidak begitu menjanjikan keuntungan. "Kami juga kuatir, ada orang yang hanya ingin tahu resep," katanya. Ada pula yang mengajak kerja sama tetapi harga jual makanannya menjadi sangat tinggi, bahkan menurut dia, tidak masuk akal.
"Ada yang ajak buka di Kemang (Jakarta Selatan). Setelah dihitung, seporsi sate nanti mau dijual Rp 80.000 atau lebih. Katanya sewa tempatnya memang mahal. Di sana katanya orang nggak mikir uang kalau makan, yang penting enak. Tapi saya tidak tega, tidak sampe hati, harganya kelewat tinggi," kata Atikah.
Ia pun masih bertahan di halaman rumahnya di Kebun Kacang. Di situ seporsi sate lembut hanya Rp 20.000, ketupat laksa Rp 12.000, gulai kambing Rp 13.000. "Biar di sini ajalah. Saya merasa cukupan," katanya.
Sumber : jalanasik.com
Lihat Juga :
Seafood
Tidak ada komentar:
Posting Komentar